HUKRIM  

Bisnis Haram Pasir Ilegal di Pelabuhan Bitung Kembali Menggila, Diduga Dibekingi Oknum Polisi, LSM GACD: Hukum Bisa Dibeli

banner 120x600

SIKLUS, BITUNG – Aktivitas bongkar muat pasir ilegal kembali menggila di kawasan Pelabuhan Bitung, Sulawesi Utara. Praktik kotor ini semakin mencuat karena diduga kuat dilindungi oleh oknum aparat penegak hukum, yang membiarkan bisnis haram ini berjalan mulus tanpa hambatan.

Informasi yang dihimpun menyebutkan, pasir yang keluar masuk dari pelabuhan tersebut berasal dari sejumlah galian C ilegal di wilayah Kota Bitung. Padahal, beberapa waktu sebelumnya tim dari Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Polres Bitung telah turun ke lokasi galian untuk melakukan peninjauan dan pemeriksaan. Namun, tak berselang lama, aktivitas pengiriman pasir justru kembali berjalan seperti biasa seolah tak tersentuh hukum.

Andar Situmorang, SH Ketua DPP LSM GACD dengan tegas menyatakan adanya aroma kuat permainan di balik lancarnya aktivitas para mafia pasir tersebut.

“Pasir sudah jalan. Diduga kuat ada pejabat Polres Bitung yang menjadi beking mafia pasir. Yang aneh, pelaku lama seperti Denny Pantolaeng dan Marko masih bebas beroperasi di dermaga dengan jenis pasir yang sama seperti sebelumnya,” ujar Situmorang Kamis (24/10/2025) malam.

Lebih mengejutkan lagi, nama Marko, pengusaha lama yang sebelumnya pernah diperiksa jajaran Polres Bitung atas aktivitas pengiriman pasir ilegal, kembali muncul ke permukaan. Bahkan, sejumlah tumpukan pasir miliknya pernah diberi garis polisi (police line) di dalam kawasan pelabuhan. Namun entah bagaimana, kini Marko bebas berekspresi menjalankan bisnis gelapnya tanpa hambatan.

Sumber internal menyebut, Marko kini mengambil pasokan pasir dari berbagai galian C ilegal di sejumlah wilayah Kota Bitung, danowudu, Apela dan sekitarnya, lalu memperjualbelikannya antarwilayah menggunakan akses pelabuhan. Aktivitasnya berjalan terbuka di bawah hidung para otoritas pelabuhan, namun tak ada satu pun tindakan hukum yang menyentuh.

“Ini jelas-jelas bisnis ilegal. Tidak ada satu pun perusahaan pasir di Sulut yang memiliki IUP aktif, karena dasar IUP harus ada pabrik produksi. Tapi mereka tetap beroperasi, seolah hukum bisa dibeli,” jelas Sumber.

Fakta bahwa seorang pengusaha yang sudah pernah diperiksa dan diberi tanda police line kini bebas menjalankan kegiatan yang sama, menimbulkan pertanyaan besar: ada apa dengan penegakan hukum di Bitung? Apakah hukum bisa dibeli?

Publik kini menyoroti lemahnya pengawasan dan dugaan keterlibatan pihak-pihak tertentu yang justru menutup mata terhadap perdagangan pasir ilegal di kawasan pelabuhan. Padahal, tindakan semacam ini jelas melanggar Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, yang mengancam pelaku dengan hukuman penjara hingga 5 tahun dan denda miliaran rupiah.

Jika aparat hukum terus membiarkan praktik seperti ini, maka Pelabuhan Bitung bukan lagi menjadi gerbang ekonomi, melainkan ladang empuk bagi mafia pasir yang dibekingi kekuasaan. Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu! Masyarakat menanti tindakan tegas dari Kapolri! Jangan biarkan Bitung jadi sarang mafia!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Content is protected !!